Catatan Kajian ke-146. Tadzkiratus Saamii’

Avatar photo
Reading Time: 4 minutes

17 Shafar 1445 H / 2 September 2023

Pembuka

Belajar itu kebutuhan.

Kajian:

Ilmu itu indah, maka tidak akan bisa diraih dengan cara yang indah. kalau hanya menjadi maklumat bisa dengan banyak cara, tapi ilmu nafi’ (yang memberikan dampak besar dalam kehidupan kita sebagaimana dijelaskan Imam Hasan al-Basri: dahulu orang belajar ilmu agama tidak perlu waktu lama untuk melihat perubahannya). Kenapa demikian? karena ilmu, apakah bermanfaat atau tidak. Kalau bermanfaat pasti ada perubahan, namun tidak sebaliknya. Yaitu, bisa dilihat matanya, kekhusyukan dalam ibadah, berdampak pada lisannya. 

Kita gak akan memperoleh itu kalau kita gak punya adab terhadap ilmu. 

Maka berbicara adab, kita harus membahas virus-virus hati. Diantara yang telah kita bahas: khianat, hasad, zalim, marah, curang, sombong, riya’, berbangga diri, menceritakan amal sholeh biar dipuji (sum’ah), pelit, keji, kufur nikmat, serakah, angkuh, sombong, berlomba-lomba mendapatkan dunia sebagai tujuan, berbang-bangga dalam urusan dunia, penjilat dan bermuka dua, menyukai pujian yang tidak ia kerjakan.

Allah mencela mereka yang dapat kita baca di dalam Al-Qur’an Surah Al-Baqarah 188.

Wahab bin Munabbih:

Diantara ciri-ciri orang munafik: suka dipuji dan tidak suka dicela.

Malik bin Dinar: 

Sejak saya mengenal manusia, saya gak gembira lagi kalau mereka puji saya, dan saya gak benci kalau mereka mencela saya. Karena mayoritas mereka kalau memuji itu berlebih-lebihan, sebagaimana kalau mencela kita, berlebih-lebihan juga.

Berapa persen dari kita yang kalau muji dan cela itu sesuai porsi?

Kisah: “Aku pernah  duduk bersama Abu Darda. ‘Wahai Abu Darda, ada yang bicarain kamu.’ Abu Darda ‘Ya buat apa marah kepada mereka yang menyebutkan kejelekan tidak ada, sebagaimana kita gak marah pada mereka yang puji yang tidak ada.’.”

Al Maidah ayat 8: berlaku objektiflah, karena itu lebih mendekatkan kepada takwa.

Kajian Sesi Dua:

Ibrahim bin adham: Umar bin abdul Aziz pernah meminta nasehat kepada khalid bin soffan, ia merupakan alim ulama, Umar bertanya “wahai khalid bin soffan tolong nasehati aku tapi yang singkat/sederhana” jawabnya “Wahai amirul mukminin, sesungguhnya banyak orang itu, tertipu terkecoh dengan sitrullah (tabir) kepada mereka [Allah menutupi aib-aib mereka], akhirnya mereka terfitnah menikmati pujian kepada mereka, padahal itu bukan karena kita baik, tapi karena Allah menutupi aib-aib kita.” 

“Ketahuilah ketika manusia memuji anda, sesungguhnya itu ke Maha kuasa Allah yang menutupi aib-aib anda.” “Kalau Allah buka aib kita dan disebarkan, maka orang gak akan dengar ucapannya.” Ini semua karena Allah tutup aib kita, kalau orang tahu aib kita pasti orang menjauh dengan kita, sanking baunya. Dan dalam sekejap kalimat pujian itu bisa ditarik apabila Allah buka aib kita. “Maka jangan sampai ketidaktahuan orang terhadapmu lebih banyak dibanding pengetahuan kamu terhadapmu.” “Semoga Allah melindungi kami dan engkau dari tertipu ke Maha Kuasa Allah yang menutupi aib-aib kita. Semoga Allah melindungi kita dari tenggelam dalam euforia pujian.” Umar ketika mendengar ini menangis.

Padahal, jalan keluar dari masalah kita adalah pada yang kita baca setiap hari.

Ibnu Qayyim: Tidak akan ketemu antara keikhlasan dengan suka dipuji. Itu seperti anda berupaya menjumpakan air dengan api. Kalau kita terpukul karena celaan, maka pasti kita suka dipuji. Karena ini satu paket.

Bagi orang-orang yang ikhlas, ini bukan tujuan mereka, bukan karena mereka menantang. Kata Nabi “orang yang bahagia adalah orang yang dijauhkan dari fitnah, jangan berharap bertemu musuh, namun jika dijumpakan maka bersabar.” Kalau kita mengikuti cara ulama, maka ini dulu diperbaiki. Orang yang ikhlas itu “sama saja antara pujian dan celaan” karena bukan itu tujuannya. tapi tujuannya untuk mencari wajah Allah. Itu kalau mereka punya prestasi, dan punya ambisi tetap dipuji. maka gak mungkin kita dapat ilmu yang bermanfaat. 

Kalaupun orang kagum sama kita, itu karena Allah tutup aib kita. Mungkin gak akan ada yang mau sama kita, orang kita  gak tahu aja gak ada yang mau sama kita (hehe). Seharusnya, jika dipuji, maka itu seharusnya membuat kita semakin dekat kepada Allah karena ke Maha Baiknya kita dan tenggelam pada pujian yang sebenarnya kita gak pantas untuk kita dapatkan. Semakin mau kepada Allah, ketergantungan kepada Allah, karena sekali Allah buka aib kita, berantakan kita.

Terdapat hadits riwayat ‘Adi tentang doa ketika dipuji “Janganlah engkau hukum aku karena pujian yang mereka sampaikan, dan ampunilah aku atas hal-hal yang mereka gka tahu. Dan jadikan lah aku lebih baik dari dugaan mereka.” Pikirkanlah bagaimana cara mendapatkan cinta Allah.

Tanya Jawab:

#Bagaimana orang memuji kita yang baik dan menjawab aamiin? Jawab: Aamiin itu untuk doa, ya doa tadi.

#Mama saya sering memanjakan saya dengan “sini anak sholeha mama” apakah saya harus klarifikasi kepada mama? Jawab: pada dasarnya, pakai saja doa itu, mungkin boleh di ganti, jangan di puji, tapi di doain aja. Ulama, kalau dipuji di depan mereka, gak suka, tapi kalau dipuji, mereka suka. Dosa itu kalau sudah ditutup, jangan dibuka lagi. Ketika kita jadi kebanggaan orang tua, itu harus kita jaga dan banyak-banyak bersyukur Allah tutup aib kita.

#Bagaimana mengobati penyakit isyq, saya suka fisiknya, saya kesulitan meredam rasa ini. Jawab: ya kalau main api, jangan salah siapapun, tinggal taubat. Ulama: secara umum, sebelum kita masuk ke dalil, dalam dunia pernikahan, wanita itu zina/perhiasan. adapun kalau laki-laki itu sifat (hukum asal), adapun secara fisik, itu bonus. Maka ketika Nabi dalam syari’at nazhor, hadits tentang melihat itu bukan hanya laki-laki ke perempuan, namun sebaliknya. Tapi kenapa nazhor? karena bagi wanita, yang paling penting mendapatkan sifat-sifat kelaki-lakian setelah itu baru fisik. Adapun solusinya adalah puasa. yaitu puasa yang membersihkan hati kita. Perbanyak waktu untuk berzikir kepada Allah.


Demikian catatan kecilku dari Kajian 146. Tadzkiratus saami’ wal mutakallim fii adabil ‘alim wal muta’alim (Adab Penuntut Ilmu dan Adab Para Ahli Ilmu) Karya Ibnul Jama’ah Bab 2, Pasal 1, Poin 9 (Halaman 34, penerbit Pustaka Al-Ihsan)

Silahkan saksikan video kajian untuk lebih detail: Link Video Kajian

Alhamdulillah, sebelum datangnya kematianku, aku dapat satu ilmu.

Allah Maha Mengetahui segala isi hati kita. Mudah-mudahan kita dirahmati oleh Allah Subhana Wa Ta’ala.


Penulis: Nawirul Haqqi