Catatan Tadzkiratus Saami’ Kajian Ke-163

Avatar photo
Reading Time: 3 minutes

06/01/2024

Tadzkiratus saami’ wal mutakallim fii adabil ‘alim wal muta’alim

(Adab Penuntut Ilmu dan Adab Para Ahli Ilmu)

Karya Ibnul Jama’ah

Bab 2, Pasal 1, Poin 9 (Halaman 34, penerbit Pustaka Al-Ihsan)



Apakah manusia akan dibiarkan begitu saja untuk mengklaim iman mereka dan mereka tidak diuji oleh Allah? Apakah kita berpikir bahwa hijrah, taubat, perubahan itu hanya klaim? Setelah kita bertaubat?
tidak sesederhana itu. Sungguh kita bukan manusia pertama, mari kita lihat orang-orang sebelum kita, sungguh telah Kami uji orang-orang sebelum kalian untuk dilihat siapa yang jujur di antara mereka. Mari kita tanyakan kepada diri kita?

Semua ujian yang dari hulu ke hilir adalah untuk menguji kejujuran. Maka ini adalah salah satu inti ilmu, begitu juga dalam berkehidupan. Dalilnya surat Al-Ankabut ayat 2-3. Maka keliru besar orang yang berpikir setelah hijrah langsung bisa mendapat kebaikan. Kalau gitu, semua kita langsung hijrah. Artinya, kalau polanya begitu semua itu bukan ujian namanya. 

Ketika Nabi Musa berdoa:

Respon Allah:

Ibnu Juraij: doa ini baru diperkenankan setelah 40 tahun. diperkenankan permohonan itu bukan besoknya langsung. Kenapa 40 tahun? kembali ke surat Al-Ankabut ayat 3, siapa yang jujur dalam meyakini janji Allah. Orang yang goncang dikarenakan tidak jujur. 

Pertanyaannya, apa yang dimaksud jujur kepada Allah?

Ibnu Qayyim: inti dari jujur kepada Allah yang merupakan kunci terwujudnya cita-cita adalah ketika zhahir dan batin itu sama, depan belakang itu sama, atau dalam keterangan lain yaitu akidah yang benar, hati kita bersih, sholehnya amal kita (mengikuti dan menyerah kepada Allah Ta’ala) atau dalam bahasa lain yaitu hati yang bersih, lisan yang benar, dan anggota badannya taat dan benar.

Sebagian Ulama, seperti syekh abd razak, jujur itu apabila seluruh aktivitas kita, sikap kita, lisan kita, keluar masuk kita, itu semuanya billah (senantiasa meminta pertolongan allah) walillah,  wa wifti amrillah.

Jadi, orang jujur itu, sebelum beramal ia intropeksi hatinya dulu karena Allah atau bukan. Lalu setelah beramal, kita minta tolong (isti’anah) kepada Allah. Artinya, apa yang kita lakukan tidak keluar dari tuntunan Allah.

Dengan begini, hati akan benar dan anggota tubuh akan nurut.

Jadi gimana agar zhahir batin itu sama yaitu dengan karena siapa kita beramal, minta tolong tidak kepada Allah, dan benar sesuai tuntunan.

Gak akan bisa jujur bila tidak ikhlas. Makna jujur yang selama ini diartikan hanya pada hubungan pada manusia, perlu kita bekukan dan ganti serta naik level kepada tiga poin di atas. Saat kita jujur sama manusia, tapi belum tentu jujur sama Allah. Misal, penjual barang haram ini jujur saat menjual (padahal haram) tapi itu bukan jujur yang Allah inginkan. Makanya, bila kita jujur kepada Allah, sudah otomatis akan jujur terhadap manusia.

Jika anda jujur kepada Allah, maka Allah akan wujudkan cita-cita anda.

orang yang sudah jujur, tidak butuh cctv, cukuplah Allah yang Maha Melihat. itu makanya bila kita mampu memelihara kejujuran keluarga kita, sungguh ini luar biasa. 

Banyak diantara kita yang tidak hafal doa istikharah. Padahal kita banyak menjalani hari-hari yang mengharuskan untuk memilih. Akhirnya kita lebih sering hanya mengandalkan diri kita sendiri. Kita butuh kejujuran.


Catatan ini hanya sampai sesi 1. Dan ini bagian dari upaya saya untuk mensyukuri dan memelihara Ilmu Allah Ta’ala. Tentu banyak kekurangan dari cara pencatatan. Maka dari itu, saya sangat menyarankan kamu untuk menyimak  langsung kajian tersebut.

Bisa kamu saksinya di link ini.

Wallahua’lam.


Penulis: Nawirul Haqqi