Memaknai Ribuan Memori

Avatar photo
Reading Time: 2 minutes

Istilah “Ribuan Memori” ini aku dapatkan dari sebuah grub musik yang bernama Lomba Sihir. Sebuah band yang membicarakan prihal kehidupan pribadi yang cukup related dengan apa yang aku rasakan, walau mereka membicarakan kehidupan di kota Jakarta yang berlimpah manusia dengan macam tujuan, kiranya cukup sama dengan kondisi di kota Medan ini.

Jujur saja, aku penyuka musik yang memerhatikan isi lirik. Ya terlepas dari apa hukum musik sendiri yang memiliki pendukung dan penolakan secara pandangan agama Islam, aku memilih untuk memperbolehkan musik yang membuatku semangat untuk terus hidup. Dalam arti yang liriknya mengenai semangat hidup, bukan soal galau prihal hubungan lawan jenis ya, intinya ya tidak mengajak berpacaran ataupun kesyirikan deh. (Namun, jumlah konsumsi musik harus lebih sedikit ya, maknailah kehidupan dengan Al-Qur’an baik dengan membaca, mengamalkan, dan menghapalnya, ini tetap yang terbaik yaa!)

Oke, itu tadi sedikit pengenalan saja, kamu bisa dengar lagu-lagu mereka via youtobe atau media lainnya. Kalau kamu tim yang memang menolak musik dengan limpahan kekhawatiran, tak apa, jika sudah nyaman hidup dengan musik, jalani saja dan jaga kehangatan yang telah kamu dapati.

Bebicara tentang kehangantan, rentan berhubungan dengan ingatan, baik itu ingatan yang membuatmu menyesal, marah, ataupun bahagia. Dan ini berhubungan dengan masa lalu, bukan? Maka, coba kamu pikirkan sejenak. Ingatan mana yang membuatmu menjadi sosok seperti ini.

Kamu yang tidak lagi menyalahkan Tuhan atas apa-apa yang datang kepadamu. Kamu yang tidak lagi kecewa atas pilihan yang ternyata tidak sebaik haparanmu. Kamu yang tidak lagi galau bermalam-malam hanya karena kamu gagal menjalankan amanah. Mana ingatan yang mampu membuatmu bertahan?

Maka, jagalah ingatan itu, yang mampu mengahangatkan dalam setiap peliknya persoalan.

Kalau aku, ingatan yang menghangatkan sering kali berkaitan dengan pilihan-pilihan yang ternyata salah atau gagal. Memang pahit sih mengingatnya, rasanya mau balik ke masa lalu dan mempebaiki semua, namun faktanya itu tidak mungkin bisa kita lakukan, bukan?

Kugunakan ingatan itu sebagai pedoman agar tidak melakukan kesalahan yang sama. Jadi, aku sudah tahu kalau kiranya dalam menjalani sebuah pilihan, dan terlihat bahwa potensi setelah memilih itu akan berakhir sama (akan gagal) maka aku telah menyiapkan hati, jikalau akan gagal lagi. Namun, tentu kali ini aku bisa mengerti langkah apa yang harus aku siapkan, agar setidaknya kesalahan itu tidak berakhir sama fatalnya.

Akan tetapi, dalam pengalamanku, ketika sebuah pilihan memperlihatkan pola kegagalan yang sama seperti sebelumnya, sulit sekali untuk menyakinkan diri agar tidak meneruskannya. Rasa-rasanya seperti mengabaikan fakta yang telah ada. Kamu pernah mengalami ini, tidak?

Aku selalu bergunam “aduh, sepertinya ini akan berakhir gagal seperti sebelumnya deh” lalu berakhir “yaudah, deh jalani saja dulu”. Dan benar, sering kali aku berakhir sama gagalnya dengan sebelumnya.

Sepertinya aku akan akhiri sampai sini dulu tulisannya. Kalau kamu tertarik mendiskusikan “kenapa ya aku selalu terjebak dalam kesalahan yang sama, padahal aku tahu polanya, kenapa sulit sekali mengakhiri dan mengubah polanya?” silahkan komen dibahwa dan berdiskusi bersama. Namun, aku akan beritahu kepadamu, bahwa barangsiapa yang telah mau meneliti jalan hidupnya, maka ia akan menemukan pola/algoritma dalam hidupnya.

Jadi, mari kita cari tahu, ingatan mana itu?