Prolog: Aku telah mati sebelum hari kematian tiba.
“Hari ini mungkin belum tepat waktunya untuk aku selesaikan”
Kamu berucap sambil mengambil perangkat pintar seiring dengan raga yang kembali merebah. Padahal kemarin malam, sebelum tidur kamu telah merasa yakin bahwa hari ini akan menjadi waktu paling tepat untuk menyelesaikannya. Akan tetapi, kamu kembali memilih untuk menunda.
“Waktu yang dipakai untuk hal yang tidak bermanfaat atau dipakai untuk hal yang sia-sia adalah kematian yang telah tiba. Kematian yang dimaksud bukanlah pada ragamu, tapi jiwamu.”
Sebuah video terputar tanpa kehendak menggugah hatimu.
Kamu tergeming. Tiada perlawanan hati. Setelah video tanpa pola itu telah kamu swype berulang-ulang kali. Keyakinan kamu pun kembali.
“Iya-iya, aku berhenti”
Hati yang mulai tidak nyaman dengan kesalahan pagi itu, tentunya tidak akan mudah untukmu kembali menjalani dan memulai. Karena ketahuilah, setiap kesalahan akan memberikan dampak kepada jiwa. Antara lain melemahnya semangat juang. Raga yang lemas bisa cepat pulih dengan memakan makanan kesukaan tapi jiwa yang lemas butuh banyak pengobatan untuk memulihkannya.
Adapun obat terbaik untuk jiwa yang melemah adalah dengan menikmati setiap ayat-ayatNya.
Syahadat yang terucap memberikan ketenangan, sholat yang didirikan menyelesaikan masalah, puasa yang dikerjakan menghindarikan perzinahan, zakat yang dikeluarkan meniadakan kesombongan, haji yang dijalankan meneduhkan pikiran.
Akan tetapi, secara singkat aku yakinkan pada dirimu, bahwa setiap kesalahan yang darinya dapat kamu ambil pembelajaran kebaikan adalah baik untukmu kedepannya agar selamat menjalani hidup.
Epilog: Hati yang telah pernah dilekatkan tanda-tandaNya, tiada mungkin bisa mengabaikan yang jelas salanya.