Titan: Pendapat anda berdua sudah pernah membaca buku Helvy Sebelumnya?
Hakiki: Baru juga bagi saya, namun 2008 saat vibes nya habiburrahman dengan Ayat-ayat CInta sudah mendengar tapi belum pernah baca. Tapi kemarin saat ke gramedia saya jumpa Juragan Haji, pun bukan karena penulisnya, saya tertarik dengan bukunya. Ketika saya menelusuri di internet siapa, ternyata pendiri lingkar pena. Kemarin dia juga buat film Hayya bersama Benny Arnas. Sebagai pembaca, beliau ini sastrawan religi.
Eka: sama dengan kiki, karyanya tidak terlalu dekat denganku, walau hanya pernah dengar. Buku ini menjadi buku pertama yang saya baca. Mungkin karena kental dengan nilai Islamnya.
Setiap yang namanya kumpul, pasti ada hal yang perkarakan. Apakah buku ini sekadar cerpen yang dikumpul-kumpulkan saja? Seperti Album musik yang kumpulan lagu” yang berbeda. Bagaimana dengan keseluruhan buku ini?
Eka: Berikut hasil pembacaan saya, konflik sosial dan perempuan. Perkenalan pertama ini meninggalkan kesan yang dalam, walau dekat dengan Islam, tapi secara umum membicarakan kemanusian. Ada 17 Cerpen. Ada 4 poin irisan, perempuan, konflik sosial dll. Banyak menggambarkan momen berdarah-darah, teman saya mengaku tidak sanggup dengan darah-darahnya. Banyak latar yang beragam dengan tahun-tahun yang lampau, membuktikan riset dan bacaannya luas. Membicarakan Juragan Haji banyak membahas tentang perempuan korban kekerasan. Tokoh” yang menarik, gabungan yang unik. Meski berlumuran darah, tapi tetap dituliskan dengan indah. Walau tetap ada yang terasa mendayu-dayu.
Hakiki: Saya tertarik dengan judulnya, saya menambahi apa yang telah disampaikan Kak Eka. Setting tempat yang dipilih ada hubungannya dengan Agama. Aceh, Ambon, Palestina, dll. Walaupun membacanya agak ngeri-ngeri sedap, ada momen kepala yang ditebas. Malah saat membaca Juragan Hajinya kesannya jadi biasa, mungkin karena saya pasang ekspektasi tinggi. Ada juga membahas tentang aktivis sosial.
Terimakasih, menarik sekali ya, ada 3 kata kunci untuk close reading, Islam, perempuan, dan kemanusiaan. Juragan Haji menceritakan tentang pentingnya status sosial. Ada perang dan perempuan. Mengenai tentang Islam, bagaimana pendapat kak Eka, dengan cara kerja nilai-nilai Islam?
Eka: Helvy, menurut saya memasukkan kebenaran yang universal. Bagaimana cara kita memanusiakan manusia. Walau dimasukkan unsur Islami, tapi bisa diterima nilainya secara universal. Misal pada cerpen yang ke dua, Lelaki Semesta, ini bercerita tentang lelaki pemuka agama yang menyebarkan kebaikan, bertoleransi kepada agama lain untuk membela, ia menanggalkan keinginan duniawi padahal ia punya pabrik, namun penguasa menganggapnya sebagai seseorang yang berbahaya. Dari ini aku menghubungkan dengan kristen, Kisah Yesus sendiri yang related. Jadi, aku tetap bisa menarik nilai universal tentang kemanusiaan dan cinta kasih.
Bila dibaca secara runtut, kita diajak berkeliling Indonesia. Gimana posisi perempuan dalam kurcep ini? ada hal yang unik, bahwa laki-laki tidak siap melihat perempuan maju.
Hakiki: Hampir semua cerpen disini perempuan sebagai tokoh utama. Seperti Cut yang melamar duluan, walau dalam Islam memang laki-laki sendiri. Walau dalam Akad, narasinya “saya serahkan anakku dan laki-laki menerima”. Nama-nama surah pun banyak di Al-Quran. Dalam cerpen, penulis memperkenan kan perempuan punya peran, walaupun secara fisik memang lemah. Seperti saat perempuan diperkosa, dan bila tidak datang laki-laki pasti ia tidak selamat.
Fiksi itu kan bekerja dari realita. Jangan-jangan, ini pandangan saya saja, dunia ini milik laki-laki. Ada puisi yang judulnya manifesto (Toeti Heraty), yang patriarki.
Hakiki: Laki-laki yang berkuasa dalam fisik, dalam cerpen perempuan diberi opsi sesuai taraf agama. Tapi laki-laki seperti yang titan sampaikan bahwa akan kembali kepada ibunya. Saya pun memiliki istri yang serba bisa. perempuan yang tetap berselendang, patuh pada suami walau si laki selingkuh.
Eka: 17 cerpen ini tokohnya ada perempuan. Artinya, secara tema, Helvy memasukkan isu perempuan dalam cerpennya. Tadi kita juga diajak berkeliling Indonesia, dan persoalan perempuan di ada konflik di setiap tempat.
Hasan Al-Banna: Kita sepakat bahwa Helvy ini cerpennya banyak di advokasi kekuasaan. Saya membaca karya Timur, yang pendeta di rubah menjadi ustadz, itu masih masuk, artinya itu universal. Bertolak terhadap itu, menurut Eka dan Hakiki, teknik penulisan yang dipakai penulis, memberi dan mengantarkan karya ini tidak kontensius? memberi jalan tengah. Sekalipun meminjam tematik Islam, ia berjalan pada suara kemanusiaan.
Eka: sebelumnya saya ucapkan selamat kepada abang buku puisinya terbit di tempo. Setelah saya membaca kumcer ini menangkap nilai universal. ini saya pikir gagasan utamanya, nilai kemanusiaan itu. Sebagai seorang yang beragama dan beriman, Mbak Helvy melihat agama menggerakkan nilai kebaikan. Secara visual adanya perempuan yang pakai kerudung, tapi ini terasa universal.
Hakiki: Bahasa kementrian agama ini bagian dari Moderasi Beragama. Saya melihat bahwa Helvy teknisnya banyak menunjukkan realita, khususnya tahun 90-an. Sisi kemanusiaan yang diangkat itu kuat.
Baca Juga: Ngobrol Buku: Balada Becak | YB Mangunwijaya
Alda Muhsi: Resiko mengangkat tema religius itu sebagai penulis seakan sedang berkhutbah, ini berhubungan dengan pertanyaan bang Hasan tadi, bagaimana pandangan narasumber? Kemudian, ketika membaca karya sastra, tentunya saya pribadi, memasang capaian, apa sih yang akan saya dapatkan saat membacanya? Misal, saya mau mendapatkan kata-kata bagus dan makna yang dalam, pergerakan cerita yang menarik, kondisi psikis tokoh. Kebetulan baru ini karya yang dibaca oleh narasumber.
Eka: Saya tidak menemukan itu di cerpen Helvy, saya menikmati diksi dan permainan kata, walau ada beberapa yang mendayu-dayu. Bukannya mengajari tapi membuka mata kita. Kemudian, sebagai pembaca saya tidak pasang ekspektasi gimana-gimana, saya percaya, besar-kecil ada pasti nilai yang didapat. Karya ini, sebagai perkenalan yang menyenangkan. Banyak cerita yang indah, ada plotwise juga yang dihadirkan.
Hakiki: Bukan menggurui, tapi menyampaikan. Targetnya yang aku lihat Isu-nya, dan ini sangat yang aku senangi.
Andi: Mengenai Penguasaan Dunia, pola-pola yang tertulis dalam cerpen ini masih terlihat sampai sekarang? Isunya yang saya maksud. Agama dijadikan alat sebagai alasan untuk saling menyakiti. Kita sebagai orang bergerak kesusastraan apa yang perlu kita lakukan agar tidak terulang kembali?
Hakiki: Realitanya sampai sekarang, Palestina masih terjadi. Pasti akan terus terjadi, egois merasa paling benar. Kesusastraan ini penting, karena saat ia membaca sastra ia akan memahami kejadian.
Eka: Sejarah peradaban, memang seperti itulah faktanya. Dan ini miris, melihat agama sebagai sesuatu yang mutlak. Peran dari karya sastra pun harus terus mengambil perannya.
Tina: Tadi narasumber ada menjelaskan 3 topik yang dibahas dalam buku ini. Aku penasaran, setahu aku yang penulis sastra dominan laki-laki. Saya mengira bungku ini dari covernya yang seakan lekat kepada Laki-laki, kira” kenapa Juragan Haji yang diangkat sebagai judul dan cukup mewakili seluruh isinya?
Hakiki: Saya juga mengira seperti kakak, juragan haji itu tentang orang yang berhaji. Ternyata, cerpen ini satu dari cerpen yang luar biasa dari yang lain. Jadi perjuangan haji ini secara sosial itu luar bisa apik. Lalu saya cari tahu maksud judul ini, jurangan itu pembesar hebat, haji itu puncak atau kesempurnaan keislaman. Menurut saya, judul ini menjual. Sayalah korbannya (ketertarikan). Kalau melihat keseluruhan ceritanya yang mencengangkan.
Eka: Judul buku ini cukup mengecoh pembaca. Mungkin juga tentang membaca pasar, karena buku ini juga bagian dari industri.
Penutup:
Hakiki: Isu kemanusian menjadi pokok cerita yang menjadi pembelajaran untuk pembaca. Memelihara perdamaian yang harganya mahal. Karena pasti akan ada korban peperangan; anak, perempuan dan lansia. Prosa 66 HB Jassin, Sastra-keadilan-kebenaran.
Eka: Ada satu cerpen yang menarik tapi tadi belum kita bahas, judulnya “Pulang”, penyampaian dan isinya memikat diantaranya “Aku merindukanmu, tapi jangan pulang, sejak 5 tahun lalu ada orang yang membunuhi orang-orang cerdas.”
Titan: Buku ini ada di Ipusnas, bila tidak bisa membeli bukunya. Politik seni dalam buku ini sungguh menarik dan relevan.