NGOBROL BUKU: SISI TERGELAP SURGA

Avatar photo
Reading Time: 4 minutes

BAHASAHATI.COM, MEDAN – Brian Khrisnaseorang penulis asal Bandung yang sudah menerbitkan lebih dari 10 buku. Bersama Ngobrol Buku, Titan Sadewo memantik obrolan santai terhadap bukunya berjudul “Sisi Tergelap Surga” pada Sabtu, 16 Rabiulakhir 1446 H / 19 Oktober 2024 M  bertempat Kede Buku Obelia Jl. Amaliun No. 152, Medan.

(Titan) Gimana Medan?

(Brian) Makanan Medan semuanya enak-enak, namun belum ketemu lapo-lapo.

Ada penulis Turki mengatakan bahwa toko buku berutang pada desain cover. Bagaimana abang memandang cover-mu?

Aku menulis buku dengan memikirkan cover buku agar saat melewati di rak. Aku juga baru sadar ada kesamaan dengan buku Parable.

Ngomongin apa sih buku ini (STS)?

Jadi buku ini menceritakan tentang orang-orang yang selalu dipandang sebelah mata, orang-orang spasi (yang tidak kelihatan: pemulung, orang silver), setelah selesai membaca buku ini saya harap mau memanusiakan manusia.

Kenapa Jakarta? Sedangkan abang orang Bandung?

Di Bandung tidak multikutural. Jadi antara tetangga kulturnya sama. Sedang di Jakarta, tidak seperti itu. Dari Batak, Sunda, Jawa, ada yang saling sikut dan tolong. Orangtuaku jualan nasi di pinggir jalan, ketemu preman, Satpol PP, waria yang mengamen. Jadi ini ide awal (pengalaman SMP: saya menerima perbedaan manusia) yang sudah lama dan menjadi privilage setelah saya jadi menulis.

Oke, sekarang saya singgung dengan Judul? Apakah ini ciri khas Brian Krisna?

Saya memang tertarik dengan judul seperti itu. Iblis menggugat Tuhan, Dialog Iblis, dll. Jadi, orang-orang yang bawa harapan ke Jakarta namun hancur mimpinya. Sama dengan Medan, ada kede lapo tuaknya.

Apa membedakan buku ini dengan buku-buku Anda sebelumnya?

Buku ini saya tulis cukup serius dari buku sebelumnya. Banyak penerbit yang nolak, dan hampir mau disimpan saja, eh ternyata GPU meminang buku ini.

Karakter itu kan selalu ada diberi konflik? Bagaimana keperajinan novel Anda?

Ada, peta konsep yang saya buat. Ada keterhubungan yang saya buat. Karakter banyak yang saya racik sedemikian rupa, namanya pelafalannya harus berbeda. Tidak semuanya a-a-a.

Ada pengalaman jual nasi, dll yaitu pengalaman yang mungkin terlupakan, apakah ada mengulang kejadian itu?

Ada, mungkin orang akan suuzon, saya download mi-chat (Aplikasi) untuk ngobrol dengan pelacur. Tetap saya bayar ya. Juga dengan waria. Saya mendengarkan cerita mereka. Termasuk tiga pemuda ini. Entah ke mana.

Yang paling berkesan?

Waria, dia seorang bapak. Terus trauma, dia di tinggalin istrinya dan jadi gila. Ada Waria yang ngamen, kerja seksual, dan memang mau jadi Wanita. Cara saya mendekatinya adalah karena dia tahu saya orang jualan nasi. Saya sangat berhati-hati untuk menulisnya. Bukan untuk membenarkan pekerjaan mereka ya.

Latar cerita?

Saya pernah tinggal di Jakarta, tapi tentu kampungnya adalah fiksi walau ada kesamaan. Hidup di jalan itu lebih baik tidak berbuat baik karena kebanyakan hanya akan menjadi boomerang.

Ada juga yang dalam novel ini yang menarik, adanya potongan lagu. Sampai jadi playlist di Spotify.

Lagu-lagu itu sering diputar di radio. Sambil baca buku ini boleh di putar lagu itu.

Bagaimana memanusiakan manusia hari ini?

Jadi, kesedihan orang menjadi komoditas. Buat beberapa orang, itu kan jangan ya. Tapi buat mereka, manusia silver, bolehlah yang penting dapat makan. Agar mereka lebih sadar saja. Bersyukurlah tanpa meromantisasinya.

Aku baru baca Tempo dan Kompas, (mengenai) orang-orang menengah ke bawah. Apakah (Anda) suka riset juga?

Orang bilang kalau mau jadi penulis harus banyak baca. Namun menurut saya kepanjangan. Saya sering baca-baca iseng yang mungkin tidak kamu setujui malah dapat ilmu.

Sesi Tanggapan dan Tanya Jawab Peserta:

Juhendri: Karena agak religi novel ini. Jadi ketika membaca ini, aku apresiatif ya. Surga yang gelap ini aku sudah menganggap Jakarta. Aku mengingat peristiwa dahulu. Sungai ciliwung, manusia kardus, dll. Tapi yang jelas, buku ini rekomen tidak? Aku katakan iya, bilamana ia yang peduli dengan situasi masyarakat kini. Aku teringat “aku memberontak maka aku ada” dalam buku albert camus.

Akil: saya mengikutin dari 2017 di tumbler sampai di blokir. Ada tuh potongan cerita di salah satu buku abang. Apakah itu marketing?

Jadi dulu, asal menulis aja. Saya lebih jujur senang membaca itu. Jatuh cinta dengan bodoh. Kalau sekarang nulisnya jadi bingung. Bukan strategi marketing. Ending ceritanya baru di pikirin.

Nawir: Ada tidak ketakutan karakter dalam novel itu terjadi?

Ada, banyak terjadi. Dan saya takut sih kalau itu terjadi dalam hidup saya.

Oh iya, kejadian kos-kosan shif-shifian. Satu kos disewa berdua.

Peserta: Saya, baru membaca halaman pertama, ternyata Jakarta ada sisi tergelapnya. Tidak hanya ada Gedung-gedung tinggi, makanan mahal. Bukunya bagus. Kenapa semua bukunya abang menyeritakan rakyat kecil?

Mungkin karena pengalaman hidup saya juga ya. Di buku selanjutnya, membahas tentang depresi yang diminta dengan ibadah. Ini baik tapi bisa salah karena caranya.

Peserta: Apa tantangan menulis buku ini?

Naskah pertama di tolak karena terlalu vulgar. Buku yang ini sudah lembut sekali. Diskusi yang panjang bersama editor saya.

Percakapan Essi dan Danang itu part paling menyentuh. Dan rahasia yang dibawa oleh essi namun rahasia itu masih disimpan oleh Danang.

Peserta: Saya tertarik untuk menulis sebuah buku. Diawali karena membaca buku puisi. Tidak novel. Apa ketakutan abang sebagai penulis?

Jujur, saya punya ketakutan yang sama. Kadang kita itu skeptis buku yang kita pertanyakan kenapa dibeli banyak orang. Namun karena itu orang-orang jadi banyak baca buku. Gak usah takut dengan semua buku. Nanti akan ada satu buku yang menjawab pertanyaan saya.

Peserta: Di Tumbler ituu kan masih banyak cerita bersambung. Apakah mau di buat buku?

Pertama, itu terlalu panjang. Saya yakin orang malas membeli buku ber-volume. Jadi ya di baca gratis saja. Bagi saya, kalau sudah suka di buku pertama, jangan di lanjut dibuku kedua. Seperti film Dilan 1, bagi saya itu berakhir di sana dan tidak seharusnya ada Dilan 2. Kedua, karena banyak di bajak orang.

Titan melanjutkan sesi:

Aku ingin tahu, abang itu baca apa? Karena aku melihat ada jejak karyanya Seno Gumira.

Karena menghabiskan hidup di jalan, saya membaca buku bekas. Banyak buku yang tidak bagus. Untuk Seno, saya sangat suka dan kepingin menulis seperti itu. Saya membaca Lupus, Femina. Buletin Jumat juga saya baca. Semua saya baca.

Terakhir, buku selanjutnya (yang akan terbit)?

Tentang depresi. Mudah-mudahan akhir tahun ini atau awal tahun depan.

Penutup oleh Titan Sadewo: Oke, dari obrolan kita Brian Khrisna tidak seorang penghayal ya. Ada riset yang dilakukan. Kebetulan saya seorang guru, dan tidak zamannya lagi melabeli sastra dan tidak. Baca saja semuanya. Akan ada masanya nanti bacaan kita penting. Buku ini cocok dibaca anak SMA. Untuk edukasi masa depannya.

Penutup oleh Brian Krisna: Ketika merasa semua tempat itu bau tahi, bisa jadi baunya itu hanya ada di dagumu. Boleh jadi keburukan itu ada pada kita.