Sebelum saya ke topik utama, mari kita ingat kembali perjuangan K.H Ahmad Dahlan yang mungkin terlupakan.
K.H Ahmad Dahlan pada 100 tahun lalu, menjadi topik perbincangan yang menggegerkan pendopo atau pesantren atas langkah yang ia ambil dalam mengelola Pendidikan. Pasalnya, ia mencoba mengadopsi gaya sekolah Belanda yang menggunakan meja, kursi, papan tulis, sampai gaya berpakaian yang modern. Banyak protes yang dilayangkan kepadanya. Sampai-sampai ia dituduh kafir karena dinilai meniru gaya pendidikan barat yang dianggap gaya pendidikan orang-orang kafir, berdalih hadis yaitu barang siapa yang meniru orang-orang kafir, maka samalah ia dengan mereka. Namun, pandangan K.H Ahmad Dahlan berbeda. Ia memandang ini adalah persoalan muamalah duniawi, yang membolehkan untuk mengadopsi kebaikan yang telah dibuat oleh siapa pun. Singkat cerita, akhirnya gaya pembelajaran itu diterima dan bertahan hingga saat ini. Bilamana K.H. Ahmad Dahlan menyerah kala itu, boleh jadi kita tak pernah mengemban gaya pendidikan modern seperti saat ini.
Menimbang dari cerita di atas, saya berbaik sangka kepada Pimpinan Pusat Muhammadiyah, bahwa langkah yang di ambil ini adalah bentuk merumuskan proses tambang yang menjunjung nilai kesejahteraan masyarakat dan lingkungan hidup dalam dekapan Al-Qur’an dan Sunnah. Saya tidak tahu apakah sudah ada perusahaan tambang yang berlandaskan nilai-nilai Islam. Oleh sebab itu, langkah ini, saya menyebutnya sebagai proses islamisasi tambang. Sebagaimana sabda Allah Subhana Wa Ta’ala:
“Dan tidaklah sama orang yang buta dengan orang yang melihat, dan tidaklah (pula sama) orang-orang yang beriman serta mengerjakan amal saleh dengan orang-orang yang durhaka. Sedikit sekali kamu mengambil pelajaran.” (Q.S. Gafir: 58)
Mudah-mudahan, Allah menakdirkan hal-hal baik dalam pengelolaan tambang nantinya. Namun, saya hendak menyampaikan opini kepada Ayahanda Pimpinan Pusat Muhammadiyah sebagai berikut:
Langkah Pimpinan Pusat Muhammadiyah (PPMu) untuk menerima tawaran Pemerintah dalam pengelolaan tambang bukanlah hal yang mengejutkan. Pasalnya, bagi yang telah membaca dan mendalami Pedoman Hidup Islami Warga Muhammadiyah yang diputuskan pada 11 Zulkaidah 1421 H bertepatan 5 Februari 2001 M di Yogyakarta yang Seketarisnya kala itu adalah Ayahanda Haedar Nashir, pasti tidak akan memberikan respon yang lebay seperti yang tersebar luas di media sosial.
Saya yakin betul, anda-anda yang merespon dengan lebay belum membaca atau tak pernah tahu adanya buku pedoman ini.
Buku yang disusun lebih dari 10 tahun dengan banyak pertimbangan penyusunan, bila di kaji satu persatu, tentu menyejukkan kehidupan dalam ber-Islam bagi pemeluknya. Tidak mesti warga Muhammadiyah untuk membaca buku ini, pasalnya, penamaan “warga Muhamamdiyah” sendiri sebagai bentuk validasi hak kekayaan intelektual yang lahir dari rahim cendikiawan Muhammadiyah.
Sebetulnya, membaca putusan pleno Muhammadiyah perihal tambang sudah mencukupi pemahaman arah langkah PPMu. Saya mencoba mengelaborasikannya dengan yang sudah termaktum dalam Pedoman Warga Islami Muhammadiyah.
Sebelum itu, simak dahulu paparan PPMu mengenai tambang: Konferensi Pers PPMu terhadap Tambang
Namun, saya hanya memaparkan 3 poin yang saya nilai berhubungan dengan materi pertimbangan pengelolaan tambang.
Berdasarkan Tiga Prinsip Berkehidupan
Merujuk buku pedoman tersebut, saya menilai langkah PPMu sudah sesuai dengan salah tiga prinsip berkehidupan:
1. Kehidupan dalam Mengelola Amal Usaha
Disebutkan didalamnya 13 poin pertimbangan dalam mengelola Amal Usaha. Pada poin pertama dijelaskan bahwa Amal Usaha Muhammadiyah adalah salah satu dari usaha-usaha dan media dakwah Pesyarikatan untuk mencapai maksud dan tujuan Persyarikatan, yakni menegakkan dan menjunjung tinggi agama Islam sehingga terwujudnya Masyarakat Islam yang sebenar-benarnya. Oleh karena itu, semua bentuk kegiatan amal usaha Muhammadiyah harus mengarah kepada terlaksana maksud dan tujuan Persyarikatan, dan seluruh pimpinan serta pengelolaan amal usaha berkewajiban untuk melaksanakan misi utama Muhammadiyah itu dengan sebaik-baiknya sebagai misi dakwah. (lihat Q.S Ali Imran: 104,110)
2. Kehidupan dalam Berbisnis
Disebutkan ada 13 poin juga pertimbangan dalam mengelola suatu bisnis. Pada poin pertama disebutkan bahwa Kegiatan bisnis-ekonomi merupakan upaya yang dilakukan manusia untuk memenuhi kebutuhan hidup diri dan keluarganya. Sepanjang tidak merugikan kemaslahatan manusia, pada umumnya semua bentuk kerja diperbolehkan, baik di bidang produksi maupun distribusi (perdagangan) barang dan jasa. Kegiatan bisnis barang jasa itu, haruslah berupa barang dan jasa yang halal dalam padangan syariat atas dasar sukarela (taradhin).
3. Kehidupan dalam Melestarikan Lingkungan
Disebutkan ada 6 poin sebagai pertimbangan melestarikan lingkungan. Pada poin pertama disebutkan bahwa Lingkungan hidup sebagai alam sekitar dengan segala isi yang terkandung di dalamnya merupakan ciptaan dan anugerah Allah yang harus diolah/ dimakmurkan, dipelihara, dan tidak boleh dirusak. (lihat Q.S Al-Baqarah: 27, 60; Al-A’raf: 56; Asy-Syu’ara:152; Al-Qashash: 77). Melompat ke poin 6 disebutkan bahwa Melakukan kerja-sama dan aksi-aksi praktis dengan berbagai pihak baik, perseorangan maupun kolektif untuk terpeliharanya keseimbangan, kelestarian, dan keselamatan lingkungan hidup, serta terhindarnya kerusakan-kerusakan lingkungan hidup sebagai wujud dari sikap pengabdian dan kekhalifahan dalam mengemban misi kehidupan di muka bumi ini untuk keselamatan hidup di dunia dan akhirat. (lihat Q.S Al-Maidah: 2).
Dari 3 prinsip yang telah saya sebutkan di atas, telah tampak alasan sikap PPMu dalam tawaran pengelolaan tambang yang diberikan oleh pemerintah. Sebelum itu, saya sangat menyarankan Anda untuk baca poin-poin lainnya yang tidak bisa saya sebutkan di sini karena keterbatasan ruang.
Kepada Ayahanda PPMu
Saya berharap bahwa langkah pengelolaan tambang sebagai bentuk pembuktian soal masihkah besar maslahat dari hasil tambang atau malah telah nyata tidak adanya lagi manfaat dari tambang tersebut.
Baik sangka saya, bahwa dengan diberikannya izin dari pemerintah, langkah investigasi pembuktian kebermanfaatan dalam dilakuakan lebih profesional. Yang mungkin sebelumnya, informasi yang didapat hanya kulit luarnya saja.
Bilamana, terbukti bahwa tidak ada lagi manfaat yang dapat di ambil dari hasil tambang tersebut, mari kita ingat kembali bahwa Allah telah memerintahkan kita untuk menjaga stabilitas lingkungan. Dan nyatalah bahwa mungkin dapat dikeluarkan dengan mantap keharaman tambang di masa kini dan akan datang.
Selain itu, saya meminta mempertimbangkan kembali proses pengambilan keputusan di masa yang riuh ini. PPMu kiranya dapat menjawab prasangka-prasangka yang bertebaran di berbagai media agar dapat menenangkan masa yang terlanjur terbakar emosinya.
Kepada Warga Muhamamdiyah dan netizen Indonesia
Hendaknya setiap kritik yang disampaikan harus dengan bijaksana dan pada tempatnya. Mempertimbangkan nilai keteduhan dan tidak asal berkomentar untuk memanaskan suasana.
Saya tidak paham tambang, tapi saya paham etika berpendapat. Kritislah dengan ketakwaan.
Saya lihat ada yang sampai mencaci maki para guru-guru kita dengan kalimat-kalimat yang tak elok dibaca. Ketahuilah bahwa ini dalam proses, belum ada hasil yang nyata bahwa Muhamamdiyah telah melakukan kerusakan. Jadi, layangkanlah kritik pada kondisi yang tepat. Toh belum juga bekerja, kok sudah julid dengan lebay.
Sampai-sampai ada yang membakar kartu tanda Muhamamdiyah atau malu punya kartu, saya tanyakan kepada Anda, memang sudah ada bukti kerusakan yang dibuat? Masih belum kok, hehe. Jangan lupa tetap bayar SWP dan SWO ya, hahaha.
Kepada Netizen Indonesia yang baik budi, saya minta kesediaannya untuk terus kawal PPMu dalam langkah kedepannya. Namun, boleh ya tetap menjaga adabnya? hehe.
Saya sepakat dengan kekhawatiran Bung Rocky Gerung, baiknya PPMu juga mempertimbangkan peringatan beliau yang telah lama peduli dan mengkaji soal etika lingkungan.
Terakhir, saya memohon ampun atas kekurangan tulisan ini dan meminta tanggapan kepada Anda yang telah membaca hingga sampai sekarang ini.
Saya, Nawirul Haqqi, saya warga Muhammadiyah, rakyat Indonesia.
Wallahu a’lam.