Menurutku, perempuan di generasi Z (yang dinilai lemah mental) kiranya perlu menyadari keberadaan Ibu mereka. Bagaimana tidak, sebut saja ibuku, secara umum beliau ini adalah alarm terbaik untuk membangunkanku untuk segera ke masjid untuk melaksanakan shalat subuh. Untung di masjidku mengambil keputusan Lembaga Tarjih Muhammadiyah yang mengundurkan (atau di tambah) waktu subuh 8 menit dari waktu yang diputuskan oleh pemerintah. Dan azan di masjid sekitar rumahku, menjadi salah dua alarm untukku.
Anehnya, pagi ini tidak begitu. Aku bisa bangun sendiri. Setelah dalam waktu yang lama untukku tidur dengan berbagai ritual yang direkomendasikan, ternyata bisa membangunkanku lebih cepat dari biasanya. Benarlah bahwa bukan seberapa banyaknya waktu yang dihabiskan untuk tidur, namun bagaimana memulai tidurlah yang menentukan kualitas tidur. Oke, di tulisan yang lain akan aku ceritakan bagaimana cara tidur versiku. Agar tidak ketinggalan, subscribe dulu website bahasahati.com hehehe.
Baca Juga: Wanita Dalam Kaca
Saat menyapu rumah tadi, seperti biasanya Ibu setelah menghabiskan beberapa waktu untuk tilawah Al-Qur’an, ia bergegas untuk memasak sarapan pagi. Ia dikejar waktu! dalam kurun waktu 45 menit, menyiapkan sarapan dan mempersiapkan diri untuk berangkat kerja adalah dua hal yang secara logika-ku, waktunya tidak cukup. Kamu tahu apa yang sedang ia masak pagi ini? Ia buat sarapan dan goreng bakwan! Aku belum tanya kenapa ia goreng bakwan pagi-pagi begini, asumsiku karena tadi ia menyebutkan bahwa ada acara pagi ini untuk besok hari guru, sebagai perempuan yang suka masak, ia sanggup melakukan itu. Hebatnya, sambil bakwan itu di goreng, dengan perkiraan waktu yang matang ia pun juga mandi waktu yang bersamaan. Hei, jangan katakan aku tidak membantu ya! hahah. Cucian piring pagi ini diserahkan kepadaku lo. Itu sudah membantu banget buat Ibuku. Apalagi pagi ini aku bangun pagi tidak dengan alarm ibu, setidaknya berkuranglah beban Ibu pagi ini. hehe. Percayalah, sebagaimana pertanyaannya “Semua Ibu sama, mau yang terbaik untuk anaknya” itu yang ia katakan kepadaku.
Baginya, aku adalah anak yang unik. Dengan pemikiran yang katanya tidak dirasakan oleh ibu-ibu kebanyakan. Itulah yang ia akui terhadapku. Apa iya? batinku setiap kali label itu ia tuturkan.
Tentang perempuan dikejar waktu adalah bentuk kesimpulan dariku atas hukum alam yang mereka dapatkan. Perempuan dan waktu tidaklah dapat dipisahkan. Perihal jodoh, sebagian menganggap bahwa peran yang mereka hanyalah menunggu, padahal, tidak seperti itu. Mereka berhak untuk mengejar sosok ideal calon suami. Bisa dengan mengirim kode lewat seseorang untuk menyampaikan rasa yang ia miliki. Atau ya dengan memperbaiki kualitas dirinya, harap-harap jodohnya memiliki kualitas yang sama.
Tentang menunggu mendapatkan rezeki/ amanah si buah hati, sebagian sangat menunggu datangnya kesempatan memiliki keturunan. Saat kehamilan tiba, perempuan bersama waktu dalam kurun 9 bulan ia habiskan lini masa yang tak terlupakan itu.
Kira-kira begitulah perempuan dikejar waktu.
Ini dulu untuk sementara, silahkan kembangkan lagi jika memungkinkan.
Salam bahagia selalu, dan Wallahu a’lam.