Epilog: Kemajuan teknologi dalam mempermudah akses informasi, bagai dua sisi mata uang.
Kemajuan peradaban dunia sekarang, kelahirannya sungguh bukan perjalanan yang singkat.
Beberapa ilmuan yang dahulu dicap sebagai orang gila, kini menjadi yang sangat dibanggakan atas keberaniannya dalam menemukan pembaharuan. Tidak hanya direndahkan dalam dunia penelitian, sampai-sampai agama pun dijadikan alasan penolakan pembaharuan.
Kamu bisa baca sejarah KH. Ahmad Dahlan dalam mengembangkan pendidikan Indonesia diawal tahun 1900-an yang mendapat banyak tantangan oleh masyarakat tradisional.
Dari penggunaan fasilitas belajar yang menggunakan meja dan kursi, dianggap sebagai peniru orang kafir (yang dimaksud ialah penjajah belanda), belajar menggunakan meja dan kursi dimaksudkan agar murid lebih nyaman dalam mengikuti pembelajaran. Tetapi, masyarakat tradisional kala itu menuduh KH. Ahmad Dahlan telah meniru-niru atau menyerupai orang kafir terhadap penggunaan meja dan kursi.
Padahal ini tidak ada bermasalah dalam tuntunan agama, keinginan beliau hanyalah agar pendidikan lebih maju dan efektif dari pada sistem tradisional. Begitu pula dengan pemisahan pembelajaran ilmu agama dan ilmu umum pun KH. Ahmad Dahlan tiadakan, menurut beliau kedua hal itu bukanlah dua keilmuan yang berbeda melainkan dua keilmuan yang dapat dan harus dipelajari secara bersama. Ilmu agama menjadi alarm saat ilmu umum sudah melewati batas keilmuannya.
Demikianlah salah satu contoh di masa yang lalu bagaimana tantangan kemajuan peradaban di Indonesia.
Bagaimana dengan sekarang? Ternyata tantangannya sudah mencapai fase kepelikan yang semakin menjadi-jadi.
Disamping kemajuan teknologi secara fisik semakin berkembang, ada satu hal yang semakin mengalami kemunduran. Adalah kemampuan daya juang pada pikiran manusia yang semakin melemah dikarenakan terbuai dengan kemudahan akses.
Tentu tidak semua manusia terbuai, tapi khususnya dalam pengamatan penulis terhadap kondisi kualitas sumber daya manusia di Indonesia mengalami kemunduran yang signifikan. Kamu bisa cari banyak fakta manusia Indonesia yang menyebutkan bahwa tingkat IQ hanya mencapai 77 poin, rangking 2 dari belakang (rangking 60 dari 61 negara) terhadap minat membaca, dan pengguna media sosial yang rentan termakan hoaks (Informasi bohong). Tentu masih banyak lagi yang dapat kamu saksikan sendiri kemunduran-kemunduran yang terjadi.
Ternyata kemudahan dalam mengakses keilmuan (yaitu informasi) belum berbanding lurus dengan perubahan peradaban yang didambakan. Diantaranya ialah kesiapan manusia Indonesia dalam menyikapi kemajuan belum dengan mengutamakan asas kebermanfaatan. Manfaat yang dimaksud adalah mengambil atau mengkonsumsi keilmuan yang melahirkan kebaikan untuk dirinya dan orang disekitar.
Keilmuan atau informasi yang dia dapatkan tidak lebih hanya sekedar pengisi kekosongan waktu. Mungkin akan baik jika waktu kosong itu tersedia karena pilihan kita sendiri, tapi sering kali bukan kita yang memegang kuasa atas itu, semua terjadi begitu saja dengan tidak ada satu wawasan yang bertambah.
Konten yang berbeda terus menerus dikonsumsi. Fitur reels pada app TikT*k dan Instal*ram adalah sebuah jebakan. Ibarat jatuh kedalam lubang tanpa dasar. Kamu tiada mengetahui jalan keluar.
Berangkat dari keresahan di atas, mari kita evakuasi diri:
Kurangi mengkonsumsi konten yang memiliki durasi pendek dan acak (reels)
Hal ini agar melatih fokus dalam menyelesaikan pekerjaan dan membuat kita lebih kuat (bertahan) dalam menjalani aktivitas yang membutuhkan durasi penyelesaian yang lama.
Mulai dengan 5 menit
Lakukan tipuan terhadap pikiran kamu dengan mengatakan “aku hanya perlu mengerjakannya selama 5 menit!”. Seringkali kita menjadi malas memulai karena tahu bahwa itu membutuhkan waktu yang lama. Maka tipuan ini efektif agar kamu mau memulai dan tidak takut dengan kenyataan bahwa butuh waktu yang lama dalam menyelesaikan tugas tersebut.
Jangan menunggu waktu yang tepat (apalagi mood baik)
Tiada waktu yang benar-benar tepat untuk memulai. Semua itu hanya persepsi kita saja. Setelah melakukan selama 5 menit, berusahalah menyelesaikan tugas tersebut. Sekalipun ternyata kamu belum merasa nyaman. Kamu bisa lakukan pola 5 menit kembali. Terus-menerus 5 menit, sampai tanpa kamu sadari telah mengerjakannya selama 1 jam.
Epilog: Jadi orang pintar memang sulit, tapi lebih sulit lagi jika hidup menjadi orang bodoh.