Tidak Ada Islam Di Kampus Mahasiswa yang Mayoritas Muslim

Avatar photo
Reading Time: 4 minutes

Dibilang tidak ada Islam sebenarnya cukup kejam untuk langsung melabelinya sampai di level itu. Pernyataan yang menjadi judul tulisan ini sesungguhnya hasil objektivitas penulis pribadi. Murni merupakan kesimpulan pikiran dan perasaan penulis setelah 3 tahun lebih hidup dunia kampus (Islam). Sebelum penulis menjelaskan lebih jauh, izinkan saya memberi beberapa peringatan untuk anda: 

  1. Penulis tidak akan menyebutkan kampus mana yang dimaksud. Hal ini berarti tidak ada yang perlu merasa dibicarakan atau dipojokkan secara langsung, biarlah tulisan ini menjadi bahan muhasabah diri masing-masing, apakah pernyataan dalam tulisan ini nantinya benar dan salah atau tidak patut diberi nilai sama sekali (lebih baik diabaikan). Bila ditanya kenapa, adalah penulis sendiri masih merasa takut untuk menyebutkan nama kampus tersebut, dengan kondisi saat ini yang menurut penulis tidak diperkenankannya kebebasan berpendapat. Mengutip jawaban Mas Anies Baswedan ketika ditanya “Berapa nilai kebebasan berpendapat di Indonesia” ia menjawab “Selama kita masih menggunakan kata Konoha atau Wakanda untuk menyebut Indonesia, maka belum ada kebebasan berpendapat”.
  2. Penulis mengusahakan penilaian yang objektif, walaupun tidak dapat dipungkiri nantinya tulisan ini bisa juga terjerumus kedalam kategori subjektif.
  3. Penulis berdoa kepada Allah yang Maha Perhitungan senantiasa memberikan kesempatan kepada penulis untuk berani mengungkapkan pikiran dan memberikan kelapangan hati kepada penulis untuk mau menerima kritik dan saran atas diunggahnya tulisan ini.

Mungkin anda tidak asing dengan bentuk kalimat judul tulisan ini. Penulis mengadopsi pernyataan yang entah siapa yang pertama melontarkannya, yaitu tentang “Aku melihat Islam di barat, namun aku tidak melihat Muslim di sana. Tapi aku melihat Muslim di timur, namun aku tidak melihat Islam di sana”. Berangkat dari pernyataan ini, penulis harus tabah mengamini pernyataan pahit itu.

Bagaimana tidak, bangsa timur yang dahulu dikenal dengan tingkat keramahan dan kedamaian yang dijunjung tinggi, kini mendadak turun gunung dari tahtanya. Bangsa timur memasuki era ketersinggungan dan persaingan yang ketat. Era dimana saling tolong menolong perlahan rapuh dan kian lumpuh.

Sebut saja Indonesia yang dahulu punya keterkenalan dengan label itu. Kini telah pudar dari generasi ke generasi. Gen Z khususnya, telah jatuh harga dirinya dengan label mental yang lemah, suka mengeluh, dan tidak mau berusaha lebih keras. Era sosial media mempunyai peranan penting bagaimana keadaan yang meresahkan ini cepat sekali diketahui dari mana saja. Percepatan informasi dalam kategori negatif sungguh memberi pengaruh buruk untuk mental bangsa ini. Berita-berita tentang buruknya bangsa ini; dari pembunuhan, oknum pemerintah dan aparat yang pantas diberi label keparat, memberi warna yang mencekam mengenai kondisi negeri ini.

Lalu bagaimana dengan kampus?

Dahulu, penulis pernah menyinggung berkenaan bagaimana kepedulian mahasiswa dengan lingkungannya. Anda bisa baca di sini.

Kira-kira, premis dari tulisan ini masih sama dengan tulisan yang sebelumnya. Dengan segenap rasa kekecewaan masa lalu dan kekhawatiran masa depan, bilamana ini tidak segera dilakukan perubahan.

Di dalam beberapa ayat Al-Qur’an menegaskan bahwa kita akan menyaksikan orang-orang yang berpegang pada tali agama Allah dan perjanjian dengan manusia yang hidupnya penuh ketentraman. Namun, anda jangan salah sangka, Allah memberi peringatan kepada kita bahwa hal ini jika dibiarkan akan timbul kekacauan dimana-mana.

Anda kehilangan standar kepekaan terhadap Agama. Semuanya dianggap sama benarnya, sekalipun yang menyampaikan tak beragama.

Satu sisi, anda masih bisa melihat Islam sebagai aturan yang melekat di sana, di sisi lain sebenarnya kita sedang mempermalukan diri sendiri, karena diamalkan Islam itu oleh yang bukan penganutnya, padahal sudah dipastikan dapat pahala, tidak dengan mereka yang akan berakhir sia-sia.

Mari coba kita kaji apakah Islam benar-benar telah tiada di kampus:

  • Syahadat

Belakangan saya banyak merenung-renung mengenai rukun Islam yang pertama ini. Sampai pada satu titik saya berkesimpulan bahwa hanya dengan syahadat yang benar maka tiada diperlukan lagi sholat, puasa, zakat, apalagi haji (yang dilabeli) bagi yang mampu. Alasannya cukup simple, tidak mungkin ada dari mereka yang berani melanggar sumpah setia di hadapan penguasa. Uniknya, entah lupa atau disengaja, mahasiswa yang sadar bahwa penguasa alam semesta, yang tidak pernah tidur, yang tidak mungkin berlepas tangan atas hamba, masih juga diabaikan panggilan-Nya. Apakah mahasiswa merasa ada kesempatan bisa berlepas dari pandangan Allah? Jika kita tidak, kenapa masih ada kebencian? Kekecewaan? Rasa Khawatir?

  • Sholat

Tidak menemukan ketenangan hidup, anda lalu mendatangi sholat. Sebagaimana yang saya sampaikan di atas, bahwa seharusnya jika syahadatnya mantab dan benar, bisa jadi ia mendapatkan ketenangan dalam hidupnya. Jadi gini, anda bisa tanya seberapa berharganya sebuah syahadat pada mereka yang mualafnya benar (ada juga yang masuk Islam untuk bertahan hidup dan jadi pengemis demi kemaslahatan). Ia tahu betul bagaimana dirinya bisa saja kembali ke jalan yang dimurkai, kepekaan mereka terhadap ini kini lebih besar dari kita (Islam KTP) yang lahir telah dianugerahi agama Islam. Mana ada ketakutan kita terhadap potensi diri kita pindah agama, kecil sekali kemungkinan. Tapi tidak dengan mereka yang dahulu tidak dari awal beragama Islam. Maka dari itu, tentu tidak salah jika meneruskan penguatan agama Islam lewat sholat, namun alangkah baiknya, tidaklah melupakan bahwa potensi kesyirikan di zaman ini lebih mudah masuk tanpa disadari.

Demikian yang dapat aku ungkapkan sebagai pemantik untuk bersama kita renungi. Apakah akan kita biarkan kampus Islam tak terlihat nilai-nilai Islam di dalamnya?

Pikiran tanpa pikiran lain hanyalah doa-doa. Mari berdialog jika memungkinkan, silahkan berdebat bila merasa diperlukan. Tapi yang pasti, sidanglah pikiran di persidangan pikiran. Bukan adu baku hantam fisik. Bila anda terusik oleh kata, balaslah dengan kata-kata juga.

Mudah-mudahan Allah merahmati perjuangan kita. Allah Maha Mengetahui.