Ulasan Buku: Filfasat untuk Pemalas oleh Ach Dhofir Zuhry

Avatar photo
Reading Time: 2 minutes

Bagaimana mungkin “Pemalas” diminta berfilsafat? Filsafat yang cenderung dekat dengan aktifitas berpikir mendalam, tidak dangkal, dipenuhi dengan kebijaksanaan, yang semua ini tentu jauh dari kebiasaan Pemalas, bukan? Namun Gus Dhofir (Penulis) berhasil mengajak saya, si Pemalas, untuk berfilsafat. Bagaimana bisa?

Ternyata, filsafat yang selalu diterjemahkan sebagai “Cinta Kebijaksanaan” tidaklah berakhir cakupannya hanya seperti itu. Sebagaimana beliau jelaskan bahwa “Filsafat adalah keseharian kita, cara kita mengada Filsafat adalah upaya mencari, menemukan dan terus bersetia menjalani makna hidup”. Sebenarnya, setiap orang adalah filsuf, setidaknya untuk dirinya sendiri.

Pertemuan saya dengan buku ini saat Bulan Ramadhan lalu, lewat salah satu video di kanal Youtobe MJS Channel yang mempertemukan Pak Faiz—pengisi Ngaji Filsafat—dan Gus Dhofir mengulas buku ini. Setelah dari itu, saya buru-buru untuk membeli buku ini. Tak sabar untuk membeli via online, saya cek di Gramedia Gajah Mada dan ternyata ada. Syukurlah.

Dalam buku ini, saya kerap mendapat panggilan keakraban seperti kaum rebahan, tuna pustaka, tuna asmara, sampai kaum cuti nalar. Sentilan-sentilan ini bagian kejenakaan beliau yang kerap membuat saya tak jarang tertawa. Gaya bahasa beliau cocok untuk manusia rentang usia saya. Beliau mampu menyisipkan kumpulan teori filsafat tidak terasa kaku dan terkesan sulit dipahami. Sampai ada paragraf, beliau sendiri menyadari bahwa bagian itu akan terasa berat, namun beliau menyentil saya seberat-beratnya bepikir lebih berat lagi hidup dengan sama sekali tidak berpikir.

Tulisan dalam buku ini, yang dibagi dalam banyak sub-bab, setidaknya minimal 3 halaman, memudahkan pembaca untuk bisa meluangkan waktu yang sedikit tapi dapat mengutip pelajarannya. Ditambah, ada intisari—beliau menyebutnya sebagai Philo.easy—pada setiap akhir sub-bab pembahasan. Boleh jadi itu sudah cukup  mewakili isi untuk dicerna.

Dari filfasat barat dan timur, bahkan ajaran kehidupan sekitar kita yang ternyata bagian filsafat, khususnya ke-Indonesia-an; tentang pancasila, para petani, dan juga kaum rebahan berusia muda. Dekat dan mudah sekali untuk mempratikkan hal-hal yang berguna bagi si pemalas. Hehe.

Perlu diingat, bahwa filsafat bukannya mengajarkan tentang kebijaksanaan, tapi juga (jangan lupa) kebahagiaan, agar kita santuy menjalani hidup: aku berpikir, maka aku happy!