Prolog: Apakah hanya nilai A yang membuatmu bahagia?
Tiada yang lebih kejam, dari orasimu dijalanan.
Tidak dengan auman singa hutan, dirimu menjelma lebih dari itu.
“Berjuang sampai menang!!!” bentakmu kepada kami yang tertegun bangga mengirimu.
Sedari judul-judul buku, nama-nama dosen, kamu beri kami keyakinan untuk membersamai gerakanmu, kami telah jatuh cinta.
Apalagi kau beri kepastian tentang kemudahan lulus beasiswa, dan rentetan nilai A dihalaman portal nantinya.
Tapi ternyata, kekejaman pikiranmu hilang ketika raga berada di dalam kelas. Lebih lanjut aku jelaskan, kritismu ada, tapi tiada ketika berhadapan dengan dosen.
Tiada bantahanmu.
Kalaupun ada, pikiramu tiada saat dosen berkata “Diam atau kamu mengulang tahun depan!!!”
Dan ya, kamu terdiam.
Padahal tidak semudah itu beliau akan menghancurkan perkuliahanmu. Ada kajur, ada semaf, ada demaf, yang akan membela jikalau benar argumentasi yang beriringan dengan etikamu ketika menyampaikan, bahkan kamu ada teman, bukan? Lebih lanjut lagi, ada sosial media loh?!
Tiada hukuman sosial yang lebih menakutkan dimasa sekarang kecuali kesalahan yang viral di media online!
Kemana kekejaman orasimu dijalanan?
Berikan kekejaman argumentasi pikiranmu di dalam ruang kelas.
Biarkan teman-temanmu merasa sama yakinnya ketika kamu dijalanan.
Kami adalah kamu.
Kamu adalah kami (?)
Epilog: Apakah kau kuliah hanya sekedar untuk lulus?